Biden-Harris dan Janji-Janji Demokrasi untuk Umat Islam

By Label: -

Oleh : Ummu Syam (Aktivis Muslimah Majalengka)
(Diterbitkan di laman website Bedanews - https://bedanews.com/biden-harris-dan-janji-janji.../)
 
"Kamu kalah dan kita menang!". Begitulah bunyi poster yang dibawakan kritikus presiden Trump untuk merayakan kekalahan Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat pada 3 November lalu. 
 
Joe Biden dan Kamala Harris menang atas rivalnya Donald Trump dan Mike Pence, dimana pasangan Biden-Harris unggul dengan mendapatkan 279 suara elektoral, sedangkan pasangan Trump-Pence hanya mendapatkan 214 suara elektoral.
 
Pemilihan presiden dan wakil presiden Amerika Serikat kali ini sangat menarik dan sedikit berbeda. Biden nampaknya paham betul bagaimana harus memperlakukan Trump.
 
Diawali pada debat presiden, dimana Biden mengucapkan kata "In syaa Allah". Ini diartikan sebagai pukulan skakmat untuk Trump dimana publik kembali diingatkan dengan kebijakan pertama yang dibuat Trump sesaat setelah menang pemilu pada tahun 2017 silam, yaitu memerintahkan larangan perjalanan bagi warga dari beberapa negara mayoritas muslim, dengan alasan masalah keamanan. Selama menjabat sebagai presiden, Trump pun terkenal dengan kebijakannya yang anti muslim.
 
Tidak hanya itu, pasangan Biden-Harris pun membuat umat Islam baper dengan janji-janji pada saat kampanye. Dilansir dari Sindonews.com (5/11/2020), Joe Biden akan mencabut sejumlah kebijakan kontroversial presiden Donald Trump terkait Palestina dan Timur Tengah.
 
Biden-Harris memastikan bahwa Palestina dan Israel akan menikmati tindakan yang sama untuk kebebasan, keamanan, kemakmuran dan demokrasi. Mencabut upaya aneksasi dan perluasan pemukiman di Palestina, memulihkan bantuan ekonomi dan kemanusiaan kepada rakyat Palestina, mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza, membuka kembali konsulat Amerika Serikat di Yerusalem Timur dan bekerja untuk membuka kembali misi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington.
 
Jika kita amati, sebenarnya janji-janji tersebut hanyalah 'strategi' Biden-Harris namun tetap dengan tujuan yang sama seperti kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Trump yaitu untuk menguatkan cengkraman hegemoni Amerika Serikat di Palestina dan Timur Tengah.
 
Biden-Harris ingin mengukuhkan peradaban Barat yaitu sistem Demokrasi di tanah para nabi. Dengan Demokrasi diharapkan Palestina dan Israel sama-sama menikmati kebebasan, keamanan dan kemakmuran. Itu artinya, Palestina harus dengan rela hati untuk berbagi tanah dengan perampok Zionis. Seperti inikah hakikat dari sebuah kebebasan?
 
Padahal, adalah sebuah kemustahilan jika Amerika Serikat memberikan kebebasan begitu saja untuk Palestina dan Timur Tengah. Mengingat keperkasaan militer Amerika Serikat telah tersebar luas di seluruh permukaan bumi, dan menjadi kekuatan yang sangat berbahaya dan mengerikan.
 
Berbagai konflik yang ada di seantero dunia dimanfaatkan sebagai dalih untuk mendirikan pangkalan-pangkalan militer atau tempat parkir bagi pesawat-pesawat tempur dan sarana militer lainnya. Padahal, tempat-tempat yang disebut sebagai wilayah konflik ini dulunya merupakan wilayah yang tenang dan stabil. Namun, kemudian berbagai gejolak dan aneka konflik dipicu oleh Amerika Serikat melalui tangan agennya maupun boneka-bonekanya yang beroperasi secara sembunyi dan terang-terangan.
 
Keadaan ini misalnya terjadi pada peristiwa Revolusi Iran tahun 1979 dan perang Irak-Iran yang terjadi kemudian. Konflik yang menyala-nyala itu kemudian menjadi alasan bagi Amerika Serikat untuk meningkatkan kehadiran kekuatan militernya di kawasan Teluk. Contoh yang paling dramatis adalah peristiwa Perang Teluk pada awal tahun 1990-an. Puluhan pangkalan militer Amerika Serikat berada di berbagai titik strategis di sekitar kawasan Teluk Persia tanpa adanya penolakan dari para kepala negara di kawasan ini. (Salim Fredericks, "Invasi Politik dan Budaya Asing" hal. 36-37)
 
Atau kita bisa melihat bagaimana Amerika Serikat ikut campur bahkan mengobrak-abrik pemerintahan Mesir. Dengan se-enak hati, Amerika Serikat mengganti-ganti presiden Mesir. Dimulai dari Hosni Mubarak yang digugat oleh rakyatnya sendiri pada Arab Springs dimana ada campur tangan Amerika Serikat di dalamnya, yang kemudian Mubarak mengundurkan diri dan digantikan oleh Mursi yang mendapatkan dukungan dari Ikhwanul Muslimin.
 
Amerika Serikat yang ingin mengukuhkan hegemoninya di Negeri Kinanah berusaha untuk membujuk Mursi agar mau menjadi kaki tangannya. Namun, Mursi tak gentar untuk memberikan kehormatan Mesir kepada Amerika Serikat. Mursi akhirnya dipenjarakan oleh Amerika Serikat dengan propagandanya dan mengangkat al-Sisi sebagai presiden baru Mesir yang dinilai lebih loyal kepada Amerika Serikat.
 
Tidak hanya itu, Amerika pun berusaha mengukuhkan hegemoninya dengan ikut campur pada masalah di negara-negara konflik, sebut saja Libanon, Suriah, Yaman, Libya, Afghanistan, dan Pakistan. Dengan kata lain, bagi Amerika perang merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan ambisi imperialismenya.
 
Seandainya, jika Amerika Serikat dengan begitu saja memberikan kebebasan kepada Palestina dan wilayah-wilayah di Timur Tengah, maka sistem Kapitalisme yang diusung Amerika akan runtuh ditandai dengan industri persenjataan yang tidak akan mampu bertahan. Dimana industri ini memberikan keuntungan kepada Amerika Serikat kurang lebih sekitar 9,9 miliar dolar pada tahun 2016. Status Amerika Serikat sebagai negara adikuasa pun akan luntur.
 
Maka, janji-janji Demokrasi Biden-Harris tidak bisa menjadi sandaran suatu perubahan bagi umat Islam. Karena dalam Demokrasi, janji-janji hanyalah gaya/style pendekatan untuk meraih suara dari kalangan umat Islam bukan janji yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, melalui janji-janji Demokrasi watak kolonialis akan tetap menjadi wajah permanen kebijakan Amerika Serikat.
 
Dengan kata lain, kita tidak bisa menggantungkan harapan dan cita-cita untuk perbaikan kondisi umat Islam di seluruh dunia kepada Demokrasi. Karena hakikatnya, Demokrasi bertentangan dengan akidah dan syariat Islam, dimana kedaulatan negara berada di tangan rakyat yang notabene memiliki akal yang terbatas.
 
Sebut saja OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) yang didirikan tahun 1969, sampai detik ini tidak pernah ada langkah konkret untuk kemerdekaan Palestina. Atau Palestine Liberation Organization (PLO), yang berjuang untuk kebebasan Palestina di jalan yang sama yaitu Demokrasi.
 
Jika Palestina saja tidak mampu dibebaskan oleh Demokrasi, lalu bagaimana dengan negeri-negeri lain? Jika masalah keamanan saja tidak mampu dijamin oleh Demokrasi, lalu bagaimana dengan pendidikan, kesehatan, hukum dan sebagainya?
 
Seharusnya, janji-janji Biden-Harris saat kampanye tidak membuat umat Islam menjadi baper, namun menjadikan umat Islam semakin sadar, membuka mata dan pikirannya untuk segera mencampakkan sistem/hukum kufur ini dan menggantinya dengan sistem/hukum buatan Allah SWT.
 
اَفَحُكۡمَ الۡجَـاهِلِيَّةِ يَـبۡغُوۡنَ‌ؕ وَمَنۡ اَحۡسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكۡمًا لِّـقَوۡمٍ يُّوۡقِنُوۡنَ
 
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah (5) : 50)
 
Wallahu 'alam bish-shawab.
Posting Komentar

Back to Top