Nasionalisme, Racun yang Disuntikkan ke dalam Tubuh Umat Islam

By Label: -

 
Oleh : Ummu Syam (Aktivis Dakwah)
(Diterbitkan di laman website Inqilabi Voice - https://www.suarainqilabi.com/nasionalisme-racun.../)
 
India kembali berdarah. Masjid dibakar oleh umat Hindu. Demo yang berujung bentrokan pun tak terelakan. Dunia tiba-tiba bungkam. Dan memang sudah menjadi rahasia umum jika yang terzalimi adalah dari kalangan umat Islam, seketika dunia menutup mata dan telinga. Pemimpin negeri-negeri muslim dan dunia internasional melalui PBB-nya diam seribu bahasa, tak ada kecaman atau pemberian sanksi atas tindakan sewenang-wenang umat Hindu India.
 
Masih hangat rasanya berita pemerintah India di bawah komando PM Narendra Modi, membuat UU anti muslim. Membuat umat Islam di India terancam less state (tanpa kewarganegaraan). Pertanyaannya, haruskah umat Islam di India bernasib sama seperti umat Islam Rohingya di Myanmar? Kewarganegaraan dicabut membuat mereka terombang-ambing di lautan berhari-hari dengan maksud hendak meminta perlindungan kepada saudaranya. Tapi apa yang dilakukan oleh saudaranya? Mereka mengusir muslim Rohingya, "Kalian bukan warga negara kami!"
 
Ah, betapa pilunya hati ini. Ketika umat Islam tak lagi saling mengenal saudaranya. Hanya karena berbeda negara, bangsa, suku, bahasa dan warna kulit. Allah, betapa nasionalisme telah menghinakan kami!
 
Nasionalisme adalah ikatan antar manusia yang didasarkan atas ikatan kekeluargaan, klan dan kesukuan. Nasionalisme muncul di antara manusia tatkala pemikiran mendasar yang mereka kembangkan adalah kehendak untuk mendominasi. Hal ini dimulai dari keluarga, yang di dalamnya satu dari anggota keluarga tersebut menunjukkan kekuasaan untuk memimpin segala urusan keluarga.
 
Jika hal ini telah tercapai, orang ini akan melebarkan sayap kepemimpinannya ke masyarakat yang merupakan bentuk perluasan dari sebuah keluarga. Dengan cara ini keluarga-keluarga tersebut juga berusaha untuk meraih kekuasaan di masyarakat tempat mereka hidup. Tahap selanjutnya adalah persaingan antar suku, yang masing-masing hendak mendominasi yang lain agar mendapat hak-hak istimewa dan prestise yang didapatkan lewat kekuasaan.
 
Padahal tujuan Islam disebarkan sebagai risalah salah satunya untuk menumpaskan nasionalisme yang begitu mengakar di dalam diri masyarakat Arab saat itu khususnya suku-suku di Mekkah.
 
Ya, kita kembali diingatkan oleh sejarah. Bagaimana suku-suku di Mekkah kerap berkelahi hanya karena masalah sepele seperti masalah padang rumput, air, kuda dan unta. Zaman jahiliyah (kebodohan) pada masa itu penuh dengan hal-hal seperti itu.
 
Sepanjang abad kelima, salah satu perang yang sangat terkenal adalah Harb al-Basus, yang disebabkan oleh terbunuhnya unta bernama Basus milik seorang tua dari Bani Bakr. Perang ini berlangsung selama tiga puluh tahun dan masing-masing saling menyerang, merampas dan membunuh.
 
Harb Dahis wa al-Ghabrâ timbul karena ketidak jujuran dalam suatu pacuan kuda antara suku Abs dan Dhabyan di Arabia Tengah. Perang ini berlangsung sampai beberapa waktu. Kedua suku 'Aus dan Khazraj di Yatsrib (Madinah sekarang) juga terlibat dalam Harb al-Bu'ath. Bani Kinanah berperang dengan suku Hawazin dalam perang Harb al-Fujjar.
 
Itulah hinanya nasionalisme. Karena kejahiliyahannya, masyarakat Arab bukanlah masyarakat yang patut diperhitungkan oleh dua kekaisaran yang berkuasa pada saat itu, yaitu kekaisaran Persia (Iran) dan kekaisaran Romawi.
 
Oleh karena itu, ketika Rasulullah Saw sampai di Madinah, hal yang pertama beliau lakukan adalah mengajarkan persaudaraan di antara umat Islam dengan tujuan untuk mempererat hubungan mereka dalam urusan perdagangan dan urusan sosial. Suku 'Aus dipersaudarakan dengan suku Khazraj. Paman Nabi, Hamzah ra dipersaudarakan dengan maulanya, Zaid ra. Abu Bakar menjadi saudara Kharijah bin Zaid. Demikian pula kaum Anshar dan Muhajirin juga membentuk ikatan persaudaraan. Umar bin Khattab dan Utbah bin Malik al-Zajraji bersaudara dengan Abu Ayyub al-Anshari. Andurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa'ad bin al-Rabi'. Persaudaraan ini memberi pengaruh yang nyata di kalangan umat Islam, khususnya kaum Muhajirin dalam perdagangan dan pertanian.
 
Demikianlah bagaimana Islam menumpaskan ikatan nasionalisme dan menggantinya dengan ikatan ideologis.
 
Ideologi adalah keyakinan (aqidah) yang melahirkan satu paket aturan dan sistem yang mampu mengatur hidup manusia, dan kepada aturan itu pulalah manusia meyakininya mengembalikan seluruh problem kehidupannya.
 
Ikatan yang didasarkan pada ideologi biasanya dikenal dengan ikatan ideologis. Ikatan ini hanya memandang aqidah dan bukan yang lain.
 
Ikatan ideologis ini terus menjadi dasar persatuan umat Islam sampai ribuan tahun sesudahnya. Islam menyatukan orang Arab, Romawi, Afrika, Turki, Persia dan India, berikutnya Melayu, China, Sirkasia, Bosnia dan lain-lain menjadi umat yang satu, yaitu umat Islam. Seperti itulah Islam menyatukan manusia tanpa melihat warna kulit, ras, status atau pun bahasanya.
 
Strategi Orang Kafir Menghancurkan Daulah Islam
 
1300 tahun lamanya Islam berjaya dengan Daulah Khilafah nya. Memberikan rasa aman, tentram dan sejahtera kepada penduduknya, baik di kalangan muslim maupun kafir dzimmi.
 
Karena gemilangnya peradaban Islam itulah yang membuat orang-orang kafir dengki terhadap Islam. Mereka saling bekerja sama untuk menghancurkan tenaga dan kekuatan Daulah Islam.
 
Selama hidup Rasulullah Saw, orang-orang musyrik Quraisy selalu berusaha untuk mengalahkan kekuatan militer umat Islam. Hal ini terbukti dengan banyaknya peperangan yang terjadi, seperti Perang Uhud dan Ahzab. Berbagai suku Yahudi yang sering bersekutu dengan orang Quraisy juga telah melakukan berbagai macam usaha untuk menghancurkan kesatuan umat Islam, tetapi semuanya berakhir dengan kegagalan.
 
Ada pula usaha yang dilakukan di luar jalur militer. Hal ini ditujukan agar umat Islam menyeleweng dari pegangan hidupnya yaitu, Islam. Usaha ini dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya gerakan pemalsuan hadis, penambahan bid'ah yang menyatakan ide-ide yang bertentangan dan memperkenalkannya ke tengah-tengah umat Islam dengan menampakkannya seolah-olah sebagai wacana pemikiran umat Islam.
 
Tidak hanya orang-orang Quraisy dan Yahudi yang berencana menghancurkan Daulah Islam. Kekaisaran Persia dan Romawi, negara-negara Kristen Eropa melalui Perang Salib, bangsa Tartar/Mongol, penganut agama Zoroaster (Majusi/penyembah api) juga masuk ke dalam sejarah deretan kelompok yang hendak menghancurkan Daulah Islam.
 
Dan akhirnya gerbang kehancuran Daulah Islam itu terbuka. Ketika Kekhilafahan Turki Utsmaniyyah melakukan kesalahan dengan mengizinkan para agen negara-negara kafir Eropa dan Amerika yang menyamar sebagai misionaris untuk memasuki Daulah. Mereka dengan terbukanya bergabung ke dalam berbagai bentuk lembaga bantuan kemanusiaan dan ilmu pengetahuan. Daulah Khilafah Utsmaniyyah memberikan kebebasan kepada mereka tanpa menyadari akibat yang akan menimpa.
 
Para misionaris yang terdiri dari Inggris, Prancis dan Amerika ini memiliki dua tujuan pokok :
 
1. Menjauhkan umat Islam dari pemahaman yang benar tentang Islam dengan memasukkan keragu-raguan, dan menyuntikkannya ke dalam benak umat Islam untuk mempengaruhi aqidah mereka.
2. Untuk menciptakan kesenjangan antara orang-orang Turki, Persia dan Arab seperti tampak dalam pembagian mereka dalam menanamkan benih beracun nasionalisme.
 
Ya, Nasionalisme. Sebuah racun mematikan yang membuat umat Islam terpecah belah. Mereka melakukan adu domba, membangkitkan nasionalisme (kesukuan) di dalam diri umat Islam dan kafir dzimmi.
 
Seperti contoh pada tahun 1841, ketika orang-orang Inggris dan Prancis membuat keributan serius di pegunungan Libanon antara orang-orang Druze dan Kristen. Mereka pula yang menekan Daulah Khilafah Utsmaniyyah dengan membujuk agar khalifah mau membentuk pemerintahan baru di Libanon yang terpisah dari Turki yang dibagi ke dalam dua provinsi yang terpisah: satu bagian untuk orang-orang Kristen dan satu bagian untuk orang Druze.
 
Selain itu orang-orang kafir pun berusaha untuk mempengaruhi orang-orang Arab dan Turki dengan kebangsaannya. Bahwa tidak seharusnya orang-orang Arab diperintah oleh orang Turki, dan bahwa orang Turki derajatnya lebih tinggi dibandingkan orang-orang Arab. Tidak hanya mengembuskan nasionalisme Arabisme dan Turki, orang-orang kafir pun membangkitkan nasionalisme umat di wilayah Eropa, seperti Serbia, Bulgaria, Hungaria dan Yunani, sehingga mereka melakukan upaya separatisme atau memerdekakan diri dari Daulah Khilafah Utsmaniyyah.
 
Dan akhirnya, serbuan yang paling akhir dan paling brutal terhadap Daulah Islam diluncurkan pada permulaan Perang Dunia I oleh Eropa ketika mereka mengarahkan kekuatannya untuk menguasai negara yang pernah berjaya selama berabad-abad itu.
 
Kesalahan kedua yang dilakukan oleh Daulah Khilafah Utsmaniyyah pada saat itu adalah bergabung dengan Jerman pada Perang Dunia I. Mundurnya pemikiran politis umat Islam pada saat itu mendorong mereka untuk bekerja sama dengan orang-orang kafir (Jerman), sehingga negara Islam runtuh tanpa bekas.
 
Jenderal Allenby ketika memasuki Al-Quds (Jerussalem) pada tahun 1917 mengatakan,
"Hari ini Perang Salib telah berakhir!"
 
Impian bangsa Eropa yang sangat membenci Islam akhirnya menjadi kenyataan. Kekuatan Eropa selanjutnya meraih bagiannya laksana burung Nasar mengerat daging dari bangkai Daulah Islam. Pembagian wilayah ini ditandatangani dalam perjanjian Sykes Picot. Perjanjian yang mensekat-sekat negeri-negeri Arab menjadi dua bagian :
 
1. Di bawah kendali Prancis dan berpusat di Damaskus. Prancis mengatur Libanon mulai dari utara Beirut sampai ke selatan Tyre.
2. Di bawah kendali Inggris. Dimulai dari Baghdad sampai Aqobah. Inggris pula akan mengontrol Acre dan Haifa. Sedangkan Palestina akan menjadi tanggung jawab Prancis, Inggris dan Rusia.
 
Khilafah Islam sudah berakhir!

Kehancuran Umat Islam
 
Berakhirnya pemerintahan Islam pada 3 Maret 1924 telah memunculkan banyak negara muslim buatan yang menggunakan asas nasionalisme sebagai dasar pendiriannya. Namun sayang, negara-negara ini justru jauh dari 'kemerdekaan' yang diidam-idamkan oleh para pendirinya yang membangkang terhadap Daulah Khilafah Utsmaniyyah.
 
Memang benar, janji-janji kemerdekaan dari Barat itu hanyalah satu kebohongan besar, yang kenyataannya merupakan perangkap busuk dan jahat yang menjerat umat Islam ke dalamnya. Tujuan Barat sebenarnya adalah untuk menjajah umat Islam baik secara budaya maupun mental.
 
Namun, ketika pemahaman Islam dan sisa-sisa peradaban masih ada di dalam benak umat Islam, maka penjajah Barat tidak dapat meraih apa-apa kecuali melakukan penjajahan fisik kepada umat Islam. Hal inilah yang terjadi kepada umat Islam di Suriah, Palestina, India, muslim Rohingya di Myanmar, muslim Uyghur di Xinjiang, muslim Pattani di Thailand, muslim Moro di Filipina dsb.
 
Namun sayangnya, kita selaku umat Islam belum mampu untuk menolong mereka, memberikan perubahan yang signifikan terhadap masa depan umat. Kita telah tersekat oleh nasionalisme, menjadikan umat Islam tidak mengenal satu sama lain saudaranya dan tidak berdaya melawan musuh-musuh umat Islam.
 
Islam bukan hanya melarang manusia untuk berkelompok atas dasar ikatan nasionalisme, tetapi Islam juga melarang didirikannya lebih dari satu negara di kalangan umat Islam, baik negara itu didasarkan atas nasionalisme atau pun tidak. Satu-satunya negara yang dibolehkan bagi umat Islam adalah Daulah Khilafah Islamiyyah, yaitu negara yang diatur semata-mata dengan aturan Islam.
 
Rasulullah Saw bersabda :
"Jika seorang datang padamu ketika kamu bersatu di bawah pimpinan satu orang, dan ia hendak menghancurkan kekuatanmu dan memecah persatuanmu, maka bunuhlah" (HR. Muslim)
 
Persatuan umat sangatlah diutamakan. Hal ini tampak pada piagam yang ditulis oleh Rasulullah Saw ketika beliau mendirikan Daulah Islam di Madinah. Dalam piagam ini yang ditujukan untuk mengatur hubungan antara muslim dan non muslim di dalam Daulah Islam.
 
Rasulullah Saw mengatakan tentang orang muslim sebagai berikut : 

وَأَنَّ ذِمَّةَ اللّٰهِ وَاحِدَة يَجِيْرُ عَلَيْهِم
"Perjanjian Allah di antara mereka adalah satu"
 
وَأَنَّ الْمُؤْمِنِيْنِ بَعْضُهُم مَوَالي بَعْضٍ
"Orang-orang yang beriman adalah saudara terhadap yang lain"
 
وَأَنَّ سِلْمَ الْمُؤمِنِيْنَ وَاحِدة لاَيُسَالِم مُؤْمِن دُونِ مُؤْمِن فِي قِتَالِ فِي سَبِيلِ اللّٰه
"Kedamaian orang-orang mukmin itu tak terbagi. Tidak ada perdamaian terpisah yang perlu dibuat ketika orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah"
 
Pernyataan ini menunjukkan bahwa umat Islam adalah satu tubuh, bahwasannya mereka tidak dapat diperlakukan secara terpisah-pisah. Selain itu, kewajiban untuk memiliki satu negara dan bukannya banyak negara nasionalistik, adalah merupakan hasil ijma para sahabat. Ketika Rasulullah Saw wafat para sahabat berkumpul untuk bermusyawarah untuk menentukan khalifah pengganti beliau di perkampungan Bani Sa'idah. Seseorang telah mengusulkan bahwa orang Anshar harus memilih pemimpinnya sendiri, tetapi kemudian Abu Bakar membacakan satu hadis yang melarang umat Islam memiliki lebih dari satu pemimpin. Jadi, para sahabat ra tidak pernah setuju adanya lebih dari dua pemimpin dan kesepakatan mereka merupakan dalil paling kuat bagi kita.
 
Karena itulah Islam tidak menyisakan ruang sedikit pun bagi negeri-negeri Islam untuk memisahkan diri. Islam menyerukan adanya satu negara dengan satu pemerintahan yang seluruh umat Islam di dalamnya diikat dengan ikatan aqidah, yaitu aqidah Islam.
 
Karena-nya Allah SWT berfirman:
 
يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
 
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat (49) : 13)
 
Karena Islam telah menafikan nasionalisme, maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim pada saat ini untuk menghilangkan segala batas nasionalistis yang semu yang telah dibuat di bumi kaum muslimin, dan untuk mengganti para penguasa yang menerapkan hukum-hukum yang bukan hukum Allah SWT. Itulah puncak daripada perjuangan dakwah Islam.
 
Dan percayalah, bahwa kebangkitan Islam itu adalah sebuah keniscayaan!
 
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Posting Komentar

Back to Top