Oleh : Ummu Syam (Aktivis Muslimah Majalengka)
(Diterbitkan di laman website Portal Majalengka - https://portalmajalengka.pikiran-rakyat.com/.../uu-cipta...)
Senin (5/10/2020) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengetok palu tanda disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.
Istilah Omnibus Law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019). Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law. Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi Omnibus Law. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.
Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja ini akan meringkas 1.244 pasal dari 79 undang-undang untuk menarik investasi asing. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. (Kompas, 6/8/2020)
Namun faktanya, undang-undang ini menjadi alat untuk menindas para buruh. Karena banyak klausul yang merugikan para buruh, seperti: pesangon tanpa kepastian, perluasan status kontrak dan outsourcing, semakin mudahnya perusahaan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), penghapusan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan upah sektoral (UMSK), serta aturan pengupahan berdasarkan jam kerja, hingga hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun.
Indra Fajar Alamsyah, seorang kandidat Ph.D ekonomi di International Islamic University Malaysia (IIUM) dalam kelas online Ngaji Makroekonomi di akun instagramnya (@indrafal) menjelaskan tentang masalah UU Cipta Kerja dan bagaimana pandangan Islam akan hal tersebut.
Bahwa apa yang menimpa para buruh sekarang ternyata pernah diprediksi oleh Karl Marx lebih dari 100 tahun lalu. Karl Marx pernah mengutarakan teori "Determinisme Ekonomi" yang merupakan filosofi tentang kekuatan ekonomi adalah determinan perubahan masyarakat. Teori ini berangkat dari fakta eksploitasi kaum pekerja (buruh) oleh para kaum borjuis (pengusaha) yang memeras tenaga para buruh dengan bayaran sangat rendah dan tunjangan rendah untuk hidup.
Setelah beratus tahun berlalu, kondisi semakin brutal. Banyak karya akademis yang mengupas bahwa ekploitasi buruh hari ini semakin menjadi dalam peradaban kapitalisme. Salah satunya adalah Dr. Christian van den Anker dengan karyanya "The Political Economy of New Slavery" yang menyoroti praktik perbudakan jaman modern yang dilegalkan oleh negara dalam undang-undang.
Problem mendasar masalah ini adalah kesalahan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan hak para buruh (pekerja) yaitu living cost (biaya hidup) terendah yang menjadi acuannya. Maka, yang terjadi adalah eksploitasi yang dilakukan oleh para pemilik perusahaan. Apalagi ketika para pemilik perusahaan ini menitipkan kepentingan mereka kepada pejabat, atau bahkan mereka berubah menjadi pejabat tersebut dan membuat jalan legal melakukan perbudakan ekonomi masa kini seperti UU Cipta Kerja ini. Maka, dalam masalah ini kita bisa melihat kesalahan sistem Kapitalisme yaitu menjadikan buruh sebagai beban biaya produksi bukan sebagai mitra dalam aktivitas ekonomi.
Bagaimana Pandangan Islam?
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama dan dengan dirinya sendiri.
Kesempurnaan Islam terlihat dari perannya yang tidak hanya menjadi agama yang mengatur persoalan ibadah ritual, namun juga menjadikannya sebagai agama siyasiyah (politis) yang salah satu di antaranya adalah mengatur ekonomi dimana di dalamnya juga mengatur mengenai hak buruh.
Dalam menentukan standar hak buruh, standar yang digunakan oleh Islam adalah manfaat tenaga (manfa' at al-juhd) yang diberikan oleh buruh, bukan living cost terendah.
Dalam teori Ibn-Taymiyyah terdapat istilah "ujrah al-mithl" yang artinya upah yang setara. Artinya prinsip adil adalah keutamaan dalam menentukan hak buruh. Upah/hak dalam konteks ini bukan hanya gaji pokok, melainkan hak-hak lainnya yang saat ini semakin dikebiri dalam UU Cipta Kerja.
Dalam pandangan Ibnu Taymiyyah juga terdapat harus adanya lembaga Al-Hisbah. Lembaga ini memiliki wewenang besar dalam menjalankan roda ekonomi yang adil, termasuk kontrol ketenagakerjaan.
Lembaga Al-Hisbah ini memiliki wewenang dalam an-nahyi 'an al-munkar, yang salah satunya adalah kecenderungan para pemilik modal untuk berbuat curang dengan mengeksploitasi para buruh yang memiliki posisi lebih lemah. Dari sini, kita bisa melihat peran negara dalam sistem Islam yang harus berperan aktif mengkontrol perekonomian dari penyimpangan, bukan berpangku tangan, apalagi memuluskan langkah penjahat rakus yang ingin mengeksploitasi kaum lemah.
Benang merahnya adalah karena kesalahan sistem yang digunakan oleh negara ini yang memberi celah kepada manusia untuk menentukan benar-salah yaitu dengan mekanisme suara terbanyak. Akhirnya celah ini dimanfaatkan para pemilik modal untuk kepentingan mereka.
Padahal sudah semestinya negara harus mengurus hajat rakyatnya dengan baik, bukan justru merengkuhnya. Seperti sabda Nabi Saw berikut,
''Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.'' (HR. Bukhari)
Sejatinya bukan hanya UU Cipta Kerja ini saja yang membuat perbudakan moderen bagi negeri ini. Jauh sebelum UU Cipta Kerja ini diketok palu oleh DPR, ada banyak undang-undang lain yang sengaja dirancang dan disahkan untuk mengeksploitasi bangsa ini dengan merampok kekayaan negeri ini dan membuat banyak orang tidak sejahtera dan harus hidup dalam ambang kemiskinan sebagai buruh.
Maka dengan hati yang sadar kita akan mampu melihat bahwa ini bukan hanya masalah siapa yang menjalankan negeri ini, melainkan juga kesalahan sistem yang diterapkan. Dengan berpaling dari sistem buatan manusia kepada sistem buatan Allah Dzat Yang Maha Tahu kita akan menemukan hakikat kehidupan yang sejahtera dan makmur.
Wallahu a'lam bish-shawab.